Rabu, 11 Februari 2015

Dahsyatnya Perang Dingin


Perang Dingin: Perang tanpa Senjata Yang Dahsyat
Perang dingin adalah peristiwa perebutan pengaruh dan kekuasaan antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat. Perang ini bermula setelah berakhirnya Perang Dunia II yang dimenangkan sekutu. Amerika Serikat merupakan negara satu-satunya yang tidak mengalami kerugian sedangkan Uni Soviet dengan para koloninya juga mempunyai kekuatan ideologi, politik, dan ekonomi yang besar. Karena adanya perimbangan kekuatan ini, membuat kedua negara ini saling berebut pengaruh utamanya pada negara yang baru merdeka. Mereka menyebarkan ideologinya masing-masing ke negara lain. Sehingga memunculkan istilah Blok Barat yang merupakan kumpulan negara-negara yang menjadi sekutu Amerika Serikat yang berideologi Demokrasi-Liberal. Negara yang termasuk Blok Barat adalah negara-negara di Eropa Barat. Sedangkan kubu Uni Soviet yang berideologi sosialis-komunis tergabung dalam Blok Timur. Negara yang menjadi anggota Blok Timur adalah Eropa Timur dan Cina.
Amerika Serikat dan Uni Soviet terus melancarkan berbagai cara untuk mendapat pengaruh di dunia. Amerika Serikat mengeluarkan Marshal Plan yang ditujukan kepada negara-negara Eropa agar segera bangkit dari kemiskinan dan keputusasaan akibat Perang Dunia II sehingga mereka bisa membantu Amerika dalam memerangi Uni Soviet. Selain itu ada Truman Doctrine yang berisi kesediaan Amerika untuk membantu kekuatan anti-komunis di Turki dan Yunani. Sementara itu, Uni Soviet sendiri terus melancarkan upaya untuk menyebarkan ideologinya ke berbagai kawasan Eropa Timur dan Asia. Pada tahun 1948, Uni Soviet memutus jalan dan jalur kereta api yang menghubungkan Jerman Timur dan Jerman Barat. Hal ini menimbulkan blokade ekonomi di Jerman Barat. Pada Mei 1949, Uni Soviet mencabut blokade tersebut. Meski begitu peristiwa ini tetap menimbulkan konfrontasi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Amerika Serikat terus mengirim bantuan untuk Jerman Barat. Karena kejadian ini pula, pada 4 April 1949 North Atlantic Treaty Organization (NATO) dibentuk. NATO sendiri beranggotakan Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Belanda, Belgia, Italia, Portugal, Islandia, Luxemburg, Norwegia, dan Denmark yang mendukung stabilitas politik dan keamanan di daerah Atlantik Utara. Langkah ini langsung direspon oleh Uni Soviet dengan mendirikan Warsaw Pact atau Pakta Warsawa pada 15 Mei 1955. Pakta Warsawa yang dibentuk di Warsawa, Polandia ini beranggotakan Jerman Timur, Polandia, Bulgaria, Cekoslowakia, Hungaria, Albania, dan Uni Soviet sebagai pemimpin. Organisasi ini bertujuan untuk menangkal dampak pembangunan instalasi senjata di Jerman Barat yang berafiliasi langsung dengan NATO. Melalui dua organisasi besar inilah, ideologi yang diusung Amerika Serikat dan Uni Soviet menyebar ke seluruh dunia.
Perang ini akhirnya menjangkau wilayah yang lebih luas lagi, yakni Asia. Beberapa negara di Asia turut mendapat pengaruh dari adanya Perang Dingin ini. Bahkan berbagai kejadian besar terjadi di Asia tak lepas dari campur tangan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Salah satu negara Asia yang mendapat efek dari Perang Dingin adalah Cina. Cina sudah lama dikenal sebagai sekutu Uni Soviet. Paham komunis muncul di Cina setelah Partai Komunis Cina pimpinan Mao Zedong menang dalam konflik politik di Cina. Mao Zedong menggantikan Chiang Kai Shek, pimpinan Partai Kuomintang. Sementara itu, Chiang Kai Shek mendirikan pemerintahan demokratis di Taiwan. Sudah barang tentu Amerika Serikat tidak mengakui pendirian Republik Rakyat Cina dan mendukung secara aklamasi Republik Nasionalis Cina yang memiliki ideologi serupa dengannya, yakni demokrasi. Selain Cina, masih ada Korea. Perang Dinginlah yang membuat Korea terpecah menjadi dua seperti saat ini. Sejak awal Perang Dunia II, Uni Soviet telah menduduki Korea dan memerangi Jepang sehingga Uni Soviet cukup berpengaruh di Korea terutama Korea Utara. Untuk mencegah semakin meluasnya Komunisme di Korea, Amerika Serikat membagi Korea di titik 38º dan memihak Korea Selatan. Namun pada 25 Juni 1950, pasukan Korea Utara melewati batas 38º dan masuk ke Korea Selatan sehingga terjadilah Perang Korea sebagai lanjutan dari terpecahnya Korea pada 1948. Perang ini semakin memanas dengan adanya intervensi Cina. Cina berpikir pasukan PBB yang melewati garis 38º dan masuk ke wilayah Korea Utara akan mengancam pertahanan dan keamanannya karena PBB sangat dekat dengan Amerika Serikat. Perang ini berakhir dengan kesepakatan damai pada 27 Juli 1953.
Selain di Asia Timur, Asia Tenggara pun turut menderita imbas dari Perang Dingin, termasuk Indonesia. Indonesia yang pada saat itu masih tergolong sebagai negara baru langsung diuji dengan masuknya ideologi komunis yang bertentangan dengan prinsip masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Indonesia pun sempat membangun kerjasama dengan Uni Soviet pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Meski begitu, Indonesia tidak bergabung dengan Blok Timur ataupun Blok Barat. Pada Perang Dingin, boleh dibilang bahwa Indonesia sangat berani mengambil langkah politiknya sebagai negara yang baru saja merdeka. Indonesia tidak mengikuti blok manapun dan menerapkan Politik Bebas Aktif dalam berdiplomasi. Kebijakan ini memiliki arti bahwa Indonesia bebas untuk tidak memihak salah satu blok tapi tetap aktif dalam memperjuangkan perdamaian dunia. Hal ini terwujud dengan keaktifan Indonesia dalam mengirim pasukan perdamaian yang bernama Pasukan Garuda. Terlebih dengan munculnya beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi kekuatan komunis yang dapat memicu konflik regional. Salah satu negara Asia Tenggara yang berhaluan komunis dan sedang mengalami konflik adalah Kamboja. Pada saat itu, Indonesia memberikan tawaran untuk membantu menyelesaikan pertikaian di Kamboja. Indonesia pun menggelar pertemuan di Jakarta pada 15-17 Mei 1970 yang dihadiri Laos, Vietnam Selatan, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Selandia baru, dan Australia untuk membahas pertikaian Kamboja tersebut.
Di samping adu pengaruh dalam hal ideologi, Amerika Serikat dan Uni Soviet juga bertarung dalam hal teknologi persenjataan dan ruang angkasa. Pada masalah kecanggihan teknologi ruang angkasa, kedua negara ini saling berebut untuk mencapai luar angkasa. Uni Soviet berhasil meluncurkan pesawat ruang angkasa pertamanya, Sputnik I pada 4 Oktober 1957 yang kemudian disusul Amerika Serikat yang meluncurkan Explorer I pada tahun selanjutnya. Kedua negara ini terus berusaha melebihi pencapaian rivalnya dalam penemuan teknologi ruang angkasa ini. Selain teknologi ruang angkasa, adu teknologi persenjataan juga mewarnai Perang Dingin. Amerika Serikat dan Uni Soviet terus berlomba mendirikan pusat peluncuran senjata nuklir di negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya. Meski kecanggihan senjata nuklir Uni Soviet sempat tertinggal dari Amerika Serikat, Uni Soviet mampu lebih unggul setelah senjata nuklirnya menjadi yang terkuat di tahun 1975. Kondisi ini kian memanaskan hubungan Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Tetapi, karena dampak yang akan ditimbulkan oleh senjata nuklir bagi kehidupan manusia digelar sejumlah perjanjian yang bertujuan untuk membatasi penggunaan senjata nuklir. Hal ini yang secara perlahan-lahan menghentikan Perang Dingin. Terlebih setelah kekuasaan Uni Soviet mulai melemah karena beberapa negara kekuasaannya melepaskan diri, Perang Dingin pun berakhir.
Sebagaimana perang-perang pada umumnya, Perang Dingin tetap memberi efek buruk. Di antaranya adalah munculnya perpecahan seperti yang terjadi di Korea. Selain itu, timbulnya berbagai peperangan ataupun konflik di negara-negara koloni pasti menimbulkan korban jiwa serta materi. Tak hanya itu, adanya ketegangan di negara-negara tersebut turut berpengaruh pula dengan kedamaian di negara tetangganya. Akan tetapi tak hanya menimbulkan dampak negatif, adanya persaingan Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam kecanggihan teknologi secara tidak langsung turut memunculkan teknologi-teknologi baru yang bermanfaat di masa sekarang.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar