Jam Unik dari
Bukittinggi
Bila Inggris punya Big Ben,
Indonesia punya Jam Gadang. Sesuai dengan namanya yang dalam bahasa Minangkabau
berarti jam besar, Jam Gadang memang merupakan menara jam yang memiliki jam
besar di keempat sisinya. Tapi tahukah kalian bila jam yang terletak di pusat
kota Bukittinggi Sumatera barat ini ternyata memiliki mesin penggerak jam yang
hanya dibuat dua saja di dunia, yakni di Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben
London. Ya, mesin ini dibuat oleh sebuah
pabrik dari Jerman yakni, Vortmann Relinghausen.
Keunikan jam yang merupakan hadiah
dari Ratu Belanda untuk sekertaris kota Bukittinggi Rook Maker itu tak berhenti
di situ saja, salah satu keunikannya yang lain adalah mengenai angka empat di
jam besar tersebut. Bagaimana tak unik, angka empat di Jam Gadang ditulis
dengan angka Romawi, IIII. Jelas penulisan angka IIII ini salah bila menganut
aturan penulisan angka Romawi, karena angka Romawi melarang menulis angka
kembar lebih dari tiga sehingga angka empat yang benar adalah IV. Lalu mengapa
angka empat Jam Gadang tetap ditulis seperti itu?
Banyak kontroversi yang beredar
seputar alasan penulisan angka ini, salah satunya adalah mitos tentang angka empat yang menunjukkan jumlah korban tewas setelah
pembangunan jam yang dibangun dengan semen, kapur, dan putih telur ini. Meski
begitu, kesalahan ataupun kesengajaan penulisan angka empat ini sering kali
luput dari perhatian orang sehingga tak banyak orang yang tahu kalau angka
empat Jam Gadang ini ditulis IIII.
Di samping mengenai penulisan angka empat, Jam Gadang masih punya
cerita menarik mengenai bentuk atapnya. Jam Gadang pertama kali dibangun dengan
atap bulat yang di atasnya terdapat patung ayam jantan yang menghadap ke timur.
Namun ketika Jepang menduduki Bukittinggi, atap ini kembali diubah bentuknya
menjadi pagoda yang merupakan simbol agama Jepang. Nah, setelah Indonesia
merdeka, barulah atap jam yang batu pertamanya diletakkan oleh putra Rook Maker
yang saat itu masih berusia enam tahun ini berbentuk rumah gadang seperti
sekarang. Dengan atap rumah gadangnya, jam yang dibangun tahun 1926 ini menjadi
simbol identitas Bukittinggi. Bentuknya yang indah menjadikan jam yang
pembangunannya menghabiskan biaya 3000 Gulden ini, selalu menyedot wisatawan
untuk mengunjunginya. Terlebih, letaknya yang berada di pusat kota, membuat jam
yang menjadi titik nol kilometer Kota Bukittinggi ini amat mudah untuk
dijangkau. Maka tak heran bila Jam Gadang selalu menjadi kebanggaan
Bukittinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar