Selasa, 19 Januari 2016

Pengaruh Pupuk terhadap Tanaman Cabai Rawit



Pengaruh Pupuk terhadap Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutences L.) merupakan salah satu komoditi yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia. Hampir di seluruh daerah di nusantara, selalu ada cabai dalam kuliner khasnya. Hal ini tentunya berdampak pada tingginya permintaan cabai di negeri ini. Oleh karena itu, muncullah inovasi-inovasi agar permintaan tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu upaya yang dilakukan agar hasil panen cabai rawit dapat lebih maksimal adalah dengan pemakaian pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk campuran, serta penggunaan tanaman antagonis. Tanaman antagonis ini adalah tanaman yang digunakan sebagai penghalau keberadaan hama seperti serangga maupun ulat. Beberapa jenis tanaman yang bisa menjadi tanaman antagonis adalah kenikir, kemangi, dan tembakau. Tanaman-tanaman ini memiliki aroma yang sangat menyengat yang dapat menarik sex formon serangga sehingga tanaman yang berpadu dengannya aman dari telur-telur serangga seperti kupu-kupu yang nantinya bisa menjadi ulat. Tetapi peletakkan tenaman antagonis ini harus dipisahkan atau dikucilkan. Jangan terlalu dekat dengan tanaman inti karena hal ini dapat menyebabkan tingginya angka kelembapan udara di sekitar tanaman inti yang bisa memicu timbulnya penyakit antrak atau pathek.
Penyakit juga merupakan salah satu hal yang bisa mengganggu tanaman cabai, selain hama. Hama dan penyakit bisa menyerang pada fase vegetatif maupun generatif. Pada fase vegetatif, hama yang menyerang adalah kutu hijau (Myzus persicae Sulz). Hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan daunnya mengkerut. Tetapi, kutu hijau ini akan berkurang saat hujan karena mereka tidak kuat dengan pukulan-pukulan air hujan yang mengenai tubuh mereka. Sementara itu, di fase generatif muncul penyakit antrak atau pathek yang disebabkan Colletotricum casici yang ditandai dengan bercak pada cabai, buah kehitaman, dan membusuk. Penyakit ini terjadi karena kelembapan yang meningkat. Perbedaan perlakuan (penggunaan pupuk dan tanaman antagonis) ternyata juga tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap timbulnya hama.
Sementara bagi tanaman cabai rawit yang diberi pupuk anorganik, batangnya lebih tinggi dan jumlah cabangnya banyak. Kandungan nitrogen di dalam pupuk anorganik juga lebih tinggi. Nitrogen berfungsi untuk memperpanjang dan memperbesar sel. Selain itu, pada saat penanaman, sebaiknya bagian tengah media vertikulur secara vertikal dibuatkan lubang sepanjang 60 cm dengan diameter 2 inchi serta diberi sekam agar sistem pengairan dan distribusi hara lancar sehingga penyerapan hara oleh tanaman akan rata.
Setelah dilakukan penelitian, cabai yang diberi pupuk anorganik menghasilkan buah yang lebih besar, berat, dan panjang. Kadar airnya cukup tinggi pula dan akibatnya jadi lebih berat. Tetapi perbedaan antarcabai tidak terlalu mencolok. Tidak hanya pada berat cabai, tanaman cabai berpupuk anorganik juga dapat menghasilkan jumlah buah yang lebih banyak, diikuti oleh cabai berpupuk campuran (anorganik dan organik cair) dan terakhir berpupuk organik cair.
Dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh itu, penggunaan pupuk organik dinilai lebih hemat dari segi pembiayaan dan dapat mengurangi potensi degradasi lahan. Pupuk organik juga berfungsi untuk memperbaiki kondisi fisik tanah yaitu kegemburan tanah sehingga perakaran tanaman menjadi baik untuk penyerapan hara. Di dalam pupuk organik terdapat zat-zat seperti nirogen, fosfat, kalium, sulfur (NPK dan ZA), dan pupuk hayati. Nitrogen berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan merangsang pertumbuhan vegetatif seperti daun. Fosfor digunakan untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman serta merangsang pertumbuhan dan pembuahan. Kalium  berguna pada proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim, dan mineral termasuk dari air. Kalium sangat berpengaruh dalam pembentukan buah karena berfungsi untuk mengangkut karbohidrat, katalisator dalam pembentukan protein, meningkatkan karbohidrat dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, serta bentuk dan warna buah lebih baik. Kalium pun sangat mobile dalam tanaman baik dalam sel, jaringan tanaman, maupun xylem dan floem. Sedangkan sulfur berperan dalam pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas. Di samping itu, masih ada pupuk hayati yang mampu membangkitkan kehidupan tanah secara mikrobiologi. Penerapan pupuk hayati ini biasa disebut sebagai biofertilizer.
Teknologi biofertilizer sangat bergantung kepada mikroba-mikroba yang ada dalam pupuk hayati. Bila pupuk hayati terlalu banyak, jumlah mikroba yang akan berkembang pun akan banyak. Hal ini membuat kompetisi antarsesama mikroba untuk mendapatkan makanan, oksigen, dan air. Dengan demikian, mikroba-mikroba itu akan mudah mati karena kekurangan pemenuh kebutuhan mereka. Bila ini terjadi, maka produktivitas tanaman cabai pun akan ikut menurun. Tempat tumbuh mikroba haruslah bisa memberi makanan yang cukup, air, oksigen, serta suhu yang tidak terlalu panas. Biasanya tempat yang cocok untuk mikroba adalah tanah lembab dan subur.
Mikroba-mikroba ini mampu menggantikan peran zat-zat kimia dari pupuk anorganik. Seperti Azotobacter sp., dan Azospirilium sp., yang mampu menambat nitrogen serta menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon auksin. Auksin sangat penting bagi tanaman cabai. Karena perkembangan buah dipengaruhi oleh pembentukan auksin pada biji-biji yang sedang berkembang dan bagian-bagian lain pada buah yang berfungsi untuk menyuplai cadangan makanan guna meningkatkan perkembangan buah.
Salah satu contoh pupuk hayati adalah pupuk hayati produksi PT Petrokimia Gresik yang mengandung Azosprillam sp., Azotobacter sp., Aspergillus sp., Pseudomonas sp., Penicilium sp., dan Steptomyces sp. yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman sebagai penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N2 di udara. Aspergillus sp., Pseudomonas sp., dan Penicilium sp. berfungsi sebagai pelarut fosfat dan perombak bahan organik. Mikroba pelarut fosfat pada umumnya mampu melarutkan kalium yang terdapat dalam mineral tanah. Sedangkan Steptomyces sp., mampu melarutkan kalium. Dengan demikian, maka penggunaan pupuk kimia bisa semakin ditekan.
Selain dengan pupuk hayati, guna tercapai keefektifan produksi cabai maka dikembangkan pula varietas-varietas cabai unggulan. Salah satunya adalah cabai jenis Baskhara. Varietas ini perkembangannya cepat sehingga cepat pula untuk bisa dipanen, mudah beradaptasi di dataran tinggi maupun rendah, produktivitasnya tinggi, buahnya banyak, perawatan mudah, umur panjang, tahan di berbagai musim, ukuran buah besar panjangnya bisa mencapai sekitar 6 cm dengan diameter 0,7 cm. Keunggulan cabai bisa tercermin dari sifat morfologinya, produksi buah yang tinggi, respons terhadap pemupukan, serta resisten dari hama dan penyakit. Varietas cabai yang sesuai dengan lingkungan akan menghasilkan buah yang banyak. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, potensi produksi cabai tersebut tidak bisa tercapai.
Berdasarkan dua penelitian dalam jurnal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada beda signifikan antara hasil cabai yang menggunakan pupuk hayati dan anorganik. Tetapi penggunaan pupuk hayati dan tanaman antagonis lebih ekonomis dan aman untuk lingkungan. Hal ini bukan berarti bahwa pupuk anorganik sama sekali tidak boleh digunakan. Sebagaimana penggunaan pupuk hayati, pemakaian pupuk harus dengan dosis yang pas. Bila berlebihan maka tanah akan rusak karena unsur hara terserap dengan cepat sehingga tanah menjadi miskin hara. Sedangkan bila terlalu sedikit, tanaman juga akan kekurangan makanan kimiawi yang mengakibatkan berkurangnya unsur hara untuk pertumbuhannya. Sementara itu, kadar pemberian pupuk hayati yang pas terhadap peningkatan produksi cabai adalah pada kisaran 50-100 kg/ha. Di samping dengan menggunakan pupuk hayati, penggunaan bibit dengan varietas unggul dapat lebih efisien dalam sisi ekonomi dan potensi panennya pun lebih baik.


Pengaruh Pupuk terhadap Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutences L.) merupakan salah satu komoditi yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia. Hampir di seluruh daerah di nusantara, selalu ada cabai dalam kuliner khasnya. Hal ini tentunya berdampak pada tingginya permintaan cabai di negeri ini. Oleh karena itu, muncullah inovasi-inovasi agar permintaan tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu upaya yang dilakukan agar hasil panen cabai rawit dapat lebih maksimal adalah dengan pemakaian pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk campuran, serta penggunaan tanaman antagonis. Tanaman antagonis ini adalah tanaman yang digunakan sebagai penghalau keberadaan hama seperti serangga maupun ulat. Beberapa jenis tanaman yang bisa menjadi tanaman antagonis adalah kenikir, kemangi, dan tembakau. Tanaman-tanaman ini memiliki aroma yang sangat menyengat yang dapat menarik sex formon serangga sehingga tanaman yang berpadu dengannya aman dari telur-telur serangga seperti kupu-kupu yang nantinya bisa menjadi ulat. Tetapi peletakkan tenaman antagonis ini harus dipisahkan atau dikucilkan. Jangan terlalu dekat dengan tanaman inti karena hal ini dapat menyebabkan tingginya angka kelembapan udara di sekitar tanaman inti yang bisa memicu timbulnya penyakit antrak atau pathek.
Penyakit juga merupakan salah satu hal yang bisa mengganggu tanaman cabai, selain hama. Hama dan penyakit bisa menyerang pada fase vegetatif maupun generatif. Pada fase vegetatif, hama yang menyerang adalah kutu hijau (Myzus persicae Sulz). Hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan daunnya mengkerut. Tetapi, kutu hijau ini akan berkurang saat hujan karena mereka tidak kuat dengan pukulan-pukulan air hujan yang mengenai tubuh mereka. Sementara itu, di fase generatif muncul penyakit antrak atau pathek yang disebabkan Colletotricum casici yang ditandai dengan bercak pada cabai, buah kehitaman, dan membusuk. Penyakit ini terjadi karena kelembapan yang meningkat. Perbedaan perlakuan (penggunaan pupuk dan tanaman antagonis) ternyata juga tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap timbulnya hama.
Sementara bagi tanaman cabai rawit yang diberi pupuk anorganik, batangnya lebih tinggi dan jumlah cabangnya banyak. Kandungan nitrogen di dalam pupuk anorganik juga lebih tinggi. Nitrogen berfungsi untuk memperpanjang dan memperbesar sel. Selain itu, pada saat penanaman, sebaiknya bagian tengah media vertikulur secara vertikal dibuatkan lubang sepanjang 60 cm dengan diameter 2 inchi serta diberi sekam agar sistem pengairan dan distribusi hara lancar sehingga penyerapan hara oleh tanaman akan rata.
Setelah dilakukan penelitian, cabai yang diberi pupuk anorganik menghasilkan buah yang lebih besar, berat, dan panjang. Kadar airnya cukup tinggi pula dan akibatnya jadi lebih berat. Tetapi perbedaan antarcabai tidak terlalu mencolok. Tidak hanya pada berat cabai, tanaman cabai berpupuk anorganik juga dapat menghasilkan jumlah buah yang lebih banyak, diikuti oleh cabai berpupuk campuran (anorganik dan organik cair) dan terakhir berpupuk organik cair.
Dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh itu, penggunaan pupuk organik dinilai lebih hemat dari segi pembiayaan dan dapat mengurangi potensi degradasi lahan. Pupuk organik juga berfungsi untuk memperbaiki kondisi fisik tanah yaitu kegemburan tanah sehingga perakaran tanaman menjadi baik untuk penyerapan hara. Di dalam pupuk organik terdapat zat-zat seperti nirogen, fosfat, kalium, sulfur (NPK dan ZA), dan pupuk hayati. Nitrogen berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan merangsang pertumbuhan vegetatif seperti daun. Fosfor digunakan untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman serta merangsang pertumbuhan dan pembuahan. Kalium  berguna pada proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim, dan mineral termasuk dari air. Kalium sangat berpengaruh dalam pembentukan buah karena berfungsi untuk mengangkut karbohidrat, katalisator dalam pembentukan protein, meningkatkan karbohidrat dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, serta bentuk dan warna buah lebih baik. Kalium pun sangat mobile dalam tanaman baik dalam sel, jaringan tanaman, maupun xylem dan floem. Sedangkan sulfur berperan dalam pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas. Di samping itu, masih ada pupuk hayati yang mampu membangkitkan kehidupan tanah secara mikrobiologi. Penerapan pupuk hayati ini biasa disebut sebagai biofertilizer.
Teknologi biofertilizer sangat bergantung kepada mikroba-mikroba yang ada dalam pupuk hayati. Bila pupuk hayati terlalu banyak, jumlah mikroba yang akan berkembang pun akan banyak. Hal ini membuat kompetisi antarsesama mikroba untuk mendapatkan makanan, oksigen, dan air. Dengan demikian, mikroba-mikroba itu akan mudah mati karena kekurangan pemenuh kebutuhan mereka. Bila ini terjadi, maka produktivitas tanaman cabai pun akan ikut menurun. Tempat tumbuh mikroba haruslah bisa memberi makanan yang cukup, air, oksigen, serta suhu yang tidak terlalu panas. Biasanya tempat yang cocok untuk mikroba adalah tanah lembab dan subur.
Mikroba-mikroba ini mampu menggantikan peran zat-zat kimia dari pupuk anorganik. Seperti Azotobacter sp., dan Azospirilium sp., yang mampu menambat nitrogen serta menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon auksin. Auksin sangat penting bagi tanaman cabai. Karena perkembangan buah dipengaruhi oleh pembentukan auksin pada biji-biji yang sedang berkembang dan bagian-bagian lain pada buah yang berfungsi untuk menyuplai cadangan makanan guna meningkatkan perkembangan buah.
Salah satu contoh pupuk hayati adalah pupuk hayati produksi PT Petrokimia Gresik yang mengandung Azosprillam sp., Azotobacter sp., Aspergillus sp., Pseudomonas sp., Penicilium sp., dan Steptomyces sp. yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman sebagai penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N2 di udara. Aspergillus sp., Pseudomonas sp., dan Penicilium sp. berfungsi sebagai pelarut fosfat dan perombak bahan organik. Mikroba pelarut fosfat pada umumnya mampu melarutkan kalium yang terdapat dalam mineral tanah. Sedangkan Steptomyces sp., mampu melarutkan kalium. Dengan demikian, maka penggunaan pupuk kimia bisa semakin ditekan.
Selain dengan pupuk hayati, guna tercapai keefektifan produksi cabai maka dikembangkan pula varietas-varietas cabai unggulan. Salah satunya adalah cabai jenis Baskhara. Varietas ini perkembangannya cepat sehingga cepat pula untuk bisa dipanen, mudah beradaptasi di dataran tinggi maupun rendah, produktivitasnya tinggi, buahnya banyak, perawatan mudah, umur panjang, tahan di berbagai musim, ukuran buah besar panjangnya bisa mencapai sekitar 6 cm dengan diameter 0,7 cm. Keunggulan cabai bisa tercermin dari sifat morfologinya, produksi buah yang tinggi, respons terhadap pemupukan, serta resisten dari hama dan penyakit. Varietas cabai yang sesuai dengan lingkungan akan menghasilkan buah yang banyak. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, potensi produksi cabai tersebut tidak bisa tercapai.
Berdasarkan dua penelitian dalam jurnal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada beda signifikan antara hasil cabai yang menggunakan pupuk hayati dan anorganik. Tetapi penggunaan pupuk hayati dan tanaman antagonis lebih ekonomis dan aman untuk lingkungan. Hal ini bukan berarti bahwa pupuk anorganik sama sekali tidak boleh digunakan. Sebagaimana penggunaan pupuk hayati, pemakaian pupuk harus dengan dosis yang pas. Bila berlebihan maka tanah akan rusak karena unsur hara terserap dengan cepat sehingga tanah menjadi miskin hara. Sedangkan bila terlalu sedikit, tanaman juga akan kekurangan makanan kimiawi yang mengakibatkan berkurangnya unsur hara untuk pertumbuhannya. Sementara itu, kadar pemberian pupuk hayati yang pas terhadap peningkatan produksi cabai adalah pada kisaran 50-100 kg/ha. Di samping dengan menggunakan pupuk hayati, penggunaan bibit dengan varietas unggul dapat lebih efisien dalam sisi ekonomi dan potensi panennya pun lebih baik.