Pengaruh Pupuk terhadap Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutences L.) merupakan salah
satu komoditi yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia. Hampir di
seluruh daerah di nusantara, selalu ada cabai dalam kuliner khasnya. Hal ini
tentunya berdampak pada tingginya permintaan cabai di negeri ini. Oleh karena
itu, muncullah inovasi-inovasi agar permintaan tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu upaya yang dilakukan agar hasil panen cabai rawit dapat
lebih maksimal adalah dengan pemakaian pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk
campuran, serta penggunaan tanaman antagonis. Tanaman antagonis ini adalah
tanaman yang digunakan sebagai penghalau keberadaan hama seperti serangga
maupun ulat. Beberapa jenis tanaman yang bisa menjadi tanaman antagonis adalah
kenikir, kemangi, dan tembakau. Tanaman-tanaman ini memiliki aroma yang sangat
menyengat yang dapat menarik sex formon serangga sehingga tanaman yang
berpadu dengannya aman dari telur-telur serangga seperti kupu-kupu yang
nantinya bisa menjadi ulat. Tetapi peletakkan tenaman antagonis ini harus
dipisahkan atau dikucilkan. Jangan terlalu dekat dengan tanaman inti karena hal
ini dapat menyebabkan tingginya angka kelembapan udara di sekitar tanaman inti yang
bisa memicu timbulnya penyakit antrak atau pathek.
Penyakit juga merupakan salah satu hal yang bisa mengganggu tanaman
cabai, selain hama. Hama dan penyakit bisa menyerang pada fase vegetatif maupun
generatif. Pada fase vegetatif, hama yang menyerang adalah kutu hijau (Myzus
persicae Sulz). Hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan
daunnya mengkerut. Tetapi, kutu hijau ini akan berkurang saat hujan karena
mereka tidak kuat dengan pukulan-pukulan air hujan yang mengenai tubuh mereka.
Sementara itu, di fase generatif muncul penyakit antrak atau pathek yang
disebabkan Colletotricum casici yang ditandai dengan bercak pada cabai,
buah kehitaman, dan membusuk. Penyakit ini terjadi karena kelembapan yang meningkat.
Perbedaan perlakuan (penggunaan pupuk dan tanaman antagonis) ternyata juga
tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap timbulnya hama.
Sementara bagi tanaman cabai rawit yang diberi pupuk anorganik,
batangnya lebih tinggi dan jumlah cabangnya banyak. Kandungan nitrogen di dalam
pupuk anorganik juga lebih tinggi. Nitrogen berfungsi untuk memperpanjang dan
memperbesar sel. Selain itu, pada saat penanaman, sebaiknya bagian tengah media
vertikulur secara vertikal dibuatkan lubang sepanjang 60 cm dengan diameter 2
inchi serta diberi sekam agar sistem pengairan dan distribusi hara lancar
sehingga penyerapan hara oleh tanaman akan rata.
Setelah dilakukan penelitian, cabai yang diberi pupuk anorganik
menghasilkan buah yang lebih besar, berat, dan panjang. Kadar airnya cukup
tinggi pula dan akibatnya jadi lebih berat. Tetapi perbedaan antarcabai tidak
terlalu mencolok. Tidak hanya pada berat cabai, tanaman cabai berpupuk
anorganik juga dapat menghasilkan jumlah buah yang lebih banyak, diikuti oleh
cabai berpupuk campuran (anorganik dan organik cair) dan terakhir berpupuk
organik cair.
Dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh itu, penggunaan pupuk
organik dinilai lebih hemat dari segi pembiayaan dan dapat mengurangi potensi
degradasi lahan. Pupuk organik juga berfungsi untuk memperbaiki kondisi fisik
tanah yaitu kegemburan tanah sehingga perakaran tanaman menjadi baik untuk
penyerapan hara. Di dalam pupuk organik terdapat zat-zat seperti nirogen,
fosfat, kalium, sulfur (NPK dan ZA), dan pupuk hayati. Nitrogen berfungsi
sebagai perangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan merangsang
pertumbuhan vegetatif seperti daun. Fosfor digunakan untuk pengangkutan energi
hasil metabolisme dalam tanaman serta merangsang pertumbuhan dan pembuahan.
Kalium berguna pada proses fotosintesis,
pengangkutan hasil asimilasi, enzim, dan mineral termasuk dari air. Kalium
sangat berpengaruh dalam pembentukan buah karena berfungsi untuk mengangkut
karbohidrat, katalisator dalam pembentukan protein, meningkatkan karbohidrat
dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, serta
bentuk dan warna buah lebih baik. Kalium pun sangat mobile dalam tanaman
baik dalam sel, jaringan tanaman, maupun xylem dan floem. Sedangkan sulfur
berperan dalam pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas. Di samping itu,
masih ada pupuk hayati yang mampu membangkitkan kehidupan tanah secara
mikrobiologi. Penerapan pupuk hayati ini biasa disebut sebagai biofertilizer.
Teknologi biofertilizer sangat bergantung kepada
mikroba-mikroba yang ada dalam pupuk hayati. Bila pupuk hayati terlalu banyak,
jumlah mikroba yang akan berkembang pun akan banyak. Hal ini membuat kompetisi
antarsesama mikroba untuk mendapatkan makanan, oksigen, dan air. Dengan
demikian, mikroba-mikroba itu akan mudah mati karena kekurangan pemenuh
kebutuhan mereka. Bila ini terjadi, maka produktivitas tanaman cabai pun akan
ikut menurun. Tempat tumbuh mikroba haruslah bisa memberi makanan yang cukup,
air, oksigen, serta suhu yang tidak terlalu panas. Biasanya tempat yang cocok
untuk mikroba adalah tanah lembab dan subur.
Mikroba-mikroba ini mampu menggantikan peran zat-zat kimia dari
pupuk anorganik. Seperti Azotobacter sp., dan Azospirilium sp.,
yang mampu menambat nitrogen serta menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon
auksin. Auksin sangat penting bagi tanaman cabai. Karena perkembangan buah
dipengaruhi oleh pembentukan auksin pada biji-biji yang sedang berkembang dan
bagian-bagian lain pada buah yang berfungsi untuk menyuplai cadangan makanan
guna meningkatkan perkembangan buah.
Salah satu contoh pupuk hayati adalah pupuk hayati produksi PT
Petrokimia Gresik yang mengandung Azosprillam sp., Azotobacter sp.,
Aspergillus sp., Pseudomonas sp., Penicilium sp., dan Steptomyces
sp. yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman sebagai penghasil hormon
pertumbuhan dan penambat N2 di udara. Aspergillus sp.,
Pseudomonas sp., dan Penicilium sp. berfungsi sebagai pelarut
fosfat dan perombak bahan organik. Mikroba pelarut fosfat pada umumnya mampu
melarutkan kalium yang terdapat dalam mineral tanah. Sedangkan Steptomyces sp.,
mampu melarutkan kalium. Dengan demikian, maka penggunaan pupuk kimia bisa
semakin ditekan.
Selain dengan pupuk hayati, guna tercapai keefektifan produksi
cabai maka dikembangkan pula varietas-varietas cabai unggulan. Salah satunya
adalah cabai jenis Baskhara. Varietas ini perkembangannya cepat sehingga cepat
pula untuk bisa dipanen, mudah beradaptasi di dataran tinggi maupun rendah,
produktivitasnya tinggi, buahnya banyak, perawatan mudah, umur panjang, tahan
di berbagai musim, ukuran buah besar panjangnya bisa mencapai sekitar 6 cm
dengan diameter 0,7 cm. Keunggulan cabai bisa tercermin dari sifat
morfologinya, produksi buah yang tinggi, respons terhadap pemupukan, serta
resisten dari hama dan penyakit. Varietas cabai yang sesuai dengan lingkungan
akan menghasilkan buah yang banyak. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak
dilakukan dengan baik, potensi produksi cabai tersebut tidak bisa tercapai.
Berdasarkan dua penelitian dalam jurnal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada beda signifikan antara hasil cabai yang menggunakan pupuk hayati
dan anorganik. Tetapi penggunaan pupuk hayati dan tanaman antagonis lebih
ekonomis dan aman untuk lingkungan. Hal ini bukan berarti bahwa pupuk anorganik
sama sekali tidak boleh digunakan. Sebagaimana penggunaan pupuk hayati,
pemakaian pupuk harus dengan dosis yang pas. Bila berlebihan maka tanah akan
rusak karena unsur hara terserap dengan cepat sehingga tanah menjadi miskin
hara. Sedangkan bila terlalu sedikit, tanaman juga akan kekurangan makanan
kimiawi yang mengakibatkan berkurangnya unsur hara untuk pertumbuhannya.
Sementara itu, kadar pemberian pupuk hayati yang pas terhadap peningkatan
produksi cabai adalah pada kisaran 50-100 kg/ha. Di samping dengan menggunakan
pupuk hayati, penggunaan bibit dengan varietas unggul dapat lebih efisien dalam
sisi ekonomi dan potensi panennya pun lebih baik.
Pengaruh Pupuk terhadap Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutences L.) merupakan salah
satu komoditi yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia. Hampir di
seluruh daerah di nusantara, selalu ada cabai dalam kuliner khasnya. Hal ini
tentunya berdampak pada tingginya permintaan cabai di negeri ini. Oleh karena
itu, muncullah inovasi-inovasi agar permintaan tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu upaya yang dilakukan agar hasil panen cabai rawit dapat
lebih maksimal adalah dengan pemakaian pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk
campuran, serta penggunaan tanaman antagonis. Tanaman antagonis ini adalah
tanaman yang digunakan sebagai penghalau keberadaan hama seperti serangga
maupun ulat. Beberapa jenis tanaman yang bisa menjadi tanaman antagonis adalah
kenikir, kemangi, dan tembakau. Tanaman-tanaman ini memiliki aroma yang sangat
menyengat yang dapat menarik sex formon serangga sehingga tanaman yang
berpadu dengannya aman dari telur-telur serangga seperti kupu-kupu yang
nantinya bisa menjadi ulat. Tetapi peletakkan tenaman antagonis ini harus
dipisahkan atau dikucilkan. Jangan terlalu dekat dengan tanaman inti karena hal
ini dapat menyebabkan tingginya angka kelembapan udara di sekitar tanaman inti yang
bisa memicu timbulnya penyakit antrak atau pathek.
Penyakit juga merupakan salah satu hal yang bisa mengganggu tanaman
cabai, selain hama. Hama dan penyakit bisa menyerang pada fase vegetatif maupun
generatif. Pada fase vegetatif, hama yang menyerang adalah kutu hijau (Myzus
persicae Sulz). Hama ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan
daunnya mengkerut. Tetapi, kutu hijau ini akan berkurang saat hujan karena
mereka tidak kuat dengan pukulan-pukulan air hujan yang mengenai tubuh mereka.
Sementara itu, di fase generatif muncul penyakit antrak atau pathek yang
disebabkan Colletotricum casici yang ditandai dengan bercak pada cabai,
buah kehitaman, dan membusuk. Penyakit ini terjadi karena kelembapan yang meningkat.
Perbedaan perlakuan (penggunaan pupuk dan tanaman antagonis) ternyata juga
tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap timbulnya hama.
Sementara bagi tanaman cabai rawit yang diberi pupuk anorganik,
batangnya lebih tinggi dan jumlah cabangnya banyak. Kandungan nitrogen di dalam
pupuk anorganik juga lebih tinggi. Nitrogen berfungsi untuk memperpanjang dan
memperbesar sel. Selain itu, pada saat penanaman, sebaiknya bagian tengah media
vertikulur secara vertikal dibuatkan lubang sepanjang 60 cm dengan diameter 2
inchi serta diberi sekam agar sistem pengairan dan distribusi hara lancar
sehingga penyerapan hara oleh tanaman akan rata.
Setelah dilakukan penelitian, cabai yang diberi pupuk anorganik
menghasilkan buah yang lebih besar, berat, dan panjang. Kadar airnya cukup
tinggi pula dan akibatnya jadi lebih berat. Tetapi perbedaan antarcabai tidak
terlalu mencolok. Tidak hanya pada berat cabai, tanaman cabai berpupuk
anorganik juga dapat menghasilkan jumlah buah yang lebih banyak, diikuti oleh
cabai berpupuk campuran (anorganik dan organik cair) dan terakhir berpupuk
organik cair.
Dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh itu, penggunaan pupuk
organik dinilai lebih hemat dari segi pembiayaan dan dapat mengurangi potensi
degradasi lahan. Pupuk organik juga berfungsi untuk memperbaiki kondisi fisik
tanah yaitu kegemburan tanah sehingga perakaran tanaman menjadi baik untuk
penyerapan hara. Di dalam pupuk organik terdapat zat-zat seperti nirogen,
fosfat, kalium, sulfur (NPK dan ZA), dan pupuk hayati. Nitrogen berfungsi
sebagai perangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan merangsang
pertumbuhan vegetatif seperti daun. Fosfor digunakan untuk pengangkutan energi
hasil metabolisme dalam tanaman serta merangsang pertumbuhan dan pembuahan.
Kalium berguna pada proses fotosintesis,
pengangkutan hasil asimilasi, enzim, dan mineral termasuk dari air. Kalium
sangat berpengaruh dalam pembentukan buah karena berfungsi untuk mengangkut
karbohidrat, katalisator dalam pembentukan protein, meningkatkan karbohidrat
dan gula dalam buah, membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat, serta
bentuk dan warna buah lebih baik. Kalium pun sangat mobile dalam tanaman
baik dalam sel, jaringan tanaman, maupun xylem dan floem. Sedangkan sulfur
berperan dalam pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas. Di samping itu,
masih ada pupuk hayati yang mampu membangkitkan kehidupan tanah secara
mikrobiologi. Penerapan pupuk hayati ini biasa disebut sebagai biofertilizer.
Teknologi biofertilizer sangat bergantung kepada
mikroba-mikroba yang ada dalam pupuk hayati. Bila pupuk hayati terlalu banyak,
jumlah mikroba yang akan berkembang pun akan banyak. Hal ini membuat kompetisi
antarsesama mikroba untuk mendapatkan makanan, oksigen, dan air. Dengan
demikian, mikroba-mikroba itu akan mudah mati karena kekurangan pemenuh
kebutuhan mereka. Bila ini terjadi, maka produktivitas tanaman cabai pun akan
ikut menurun. Tempat tumbuh mikroba haruslah bisa memberi makanan yang cukup,
air, oksigen, serta suhu yang tidak terlalu panas. Biasanya tempat yang cocok
untuk mikroba adalah tanah lembab dan subur.
Mikroba-mikroba ini mampu menggantikan peran zat-zat kimia dari
pupuk anorganik. Seperti Azotobacter sp., dan Azospirilium sp.,
yang mampu menambat nitrogen serta menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon
auksin. Auksin sangat penting bagi tanaman cabai. Karena perkembangan buah
dipengaruhi oleh pembentukan auksin pada biji-biji yang sedang berkembang dan
bagian-bagian lain pada buah yang berfungsi untuk menyuplai cadangan makanan
guna meningkatkan perkembangan buah.
Salah satu contoh pupuk hayati adalah pupuk hayati produksi PT
Petrokimia Gresik yang mengandung Azosprillam sp., Azotobacter sp.,
Aspergillus sp., Pseudomonas sp., Penicilium sp., dan Steptomyces
sp. yang berpotensi memacu pertumbuhan tanaman sebagai penghasil hormon
pertumbuhan dan penambat N2 di udara. Aspergillus sp.,
Pseudomonas sp., dan Penicilium sp. berfungsi sebagai pelarut
fosfat dan perombak bahan organik. Mikroba pelarut fosfat pada umumnya mampu
melarutkan kalium yang terdapat dalam mineral tanah. Sedangkan Steptomyces sp.,
mampu melarutkan kalium. Dengan demikian, maka penggunaan pupuk kimia bisa
semakin ditekan.
Selain dengan pupuk hayati, guna tercapai keefektifan produksi
cabai maka dikembangkan pula varietas-varietas cabai unggulan. Salah satunya
adalah cabai jenis Baskhara. Varietas ini perkembangannya cepat sehingga cepat
pula untuk bisa dipanen, mudah beradaptasi di dataran tinggi maupun rendah,
produktivitasnya tinggi, buahnya banyak, perawatan mudah, umur panjang, tahan
di berbagai musim, ukuran buah besar panjangnya bisa mencapai sekitar 6 cm
dengan diameter 0,7 cm. Keunggulan cabai bisa tercermin dari sifat
morfologinya, produksi buah yang tinggi, respons terhadap pemupukan, serta
resisten dari hama dan penyakit. Varietas cabai yang sesuai dengan lingkungan
akan menghasilkan buah yang banyak. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak
dilakukan dengan baik, potensi produksi cabai tersebut tidak bisa tercapai.
Berdasarkan dua penelitian dalam jurnal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada beda signifikan antara hasil cabai yang menggunakan pupuk hayati
dan anorganik. Tetapi penggunaan pupuk hayati dan tanaman antagonis lebih
ekonomis dan aman untuk lingkungan. Hal ini bukan berarti bahwa pupuk anorganik
sama sekali tidak boleh digunakan. Sebagaimana penggunaan pupuk hayati,
pemakaian pupuk harus dengan dosis yang pas. Bila berlebihan maka tanah akan
rusak karena unsur hara terserap dengan cepat sehingga tanah menjadi miskin
hara. Sedangkan bila terlalu sedikit, tanaman juga akan kekurangan makanan
kimiawi yang mengakibatkan berkurangnya unsur hara untuk pertumbuhannya.
Sementara itu, kadar pemberian pupuk hayati yang pas terhadap peningkatan
produksi cabai adalah pada kisaran 50-100 kg/ha. Di samping dengan menggunakan
pupuk hayati, penggunaan bibit dengan varietas unggul dapat lebih efisien dalam
sisi ekonomi dan potensi panennya pun lebih baik.